Halaman Depan

Monday, February 24, 2014

Nostalgia Game SMP: Ahriman's Prophecy


Ahriman's Prophecy. Sebuah game dengan tampilan yang sangat sederhana (mungkin zaman sekarang bisa dikatakan sangat tidak menarik), namun memiliki sebuah kesan tersendiri. Game ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Talia. Sebuah ramalan yang menjadi tradisi di desanya membawanya ke perjalanan panjang melawan ahriman. Menurut saya, Ahriman Prophecy merupakan salah satu low spec game paling menarik di zamannya. 






Dapat dilihat, dari screenshot di atas betapa sederhana grafisnya
tapi kata mereka bahagia itu sederhana bukan?


Gameplay ahriman terbilang simpel. Pertarungan melawan musuh dilakukan dengan langsung memukul musuh (bukan turn based). Leveling dan cari uang nya tidak terlalu susah. Terdapat berbagai quest, baik main maupun side yang cukup bikin penasaran. Tidak ada peta panduan dari dalam game sehingga penjelajahan map jadi penuh misteri. Kotak harta, barrel, dan kuburan berisi berbagai macam item. Karakter-karakter yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Serta ditambah BGM yang cukup bagus, seluruhnya membentuk sebuah perpaduan sederhana yang cukup memikat. Yah, tapi jangan terlalu berestimasi terlalu tinggi. Bagaimanapun juga, game ini dibuat sudah bertahun-tahun yang lalu. Jangan dibandingkan dengan game-game high spec zaman sekarang.

Saat SMP kelas 3 tepatnya, saya bersama 3 orang teman bekerja sama untuk menamatkan game ini. Kami saling pamer progress serta berbagi solusi untuk quest-quest maupun musuh-musuh yang dianggap susah. Dan dari game ini pula saya jadi banyak-banyak buka kamus sehingga dapat berbagai kosakata baru serta meningkatkan motivasi belajar bahasa inggris yang saat itu sedang tinggi-tingginya.


Jika Anda ingin mencoba, silakan download di sini gratis. (Credits to Amaranth Games)

Ada juga sequelnya, Aveyond: Rhen's Quest. Sayangnya gak free di sini. Kalo mau cari yang free googling aja sendiri mungkin ada.

Wednesday, February 19, 2014

Perjalanan Naik Ketiga (Sindoro Part 1)


Jiwa muda merupakan jiwa yang cenderung mencari petualangan. Suka mblayang dan dolan kemana-mana. Entah kenapa liburan semester ganjil kali ini saya malas banget maen-maen ato pergi-pergi. Padahal pas pekan-pekan ujian dah banyak wacana dan rencana mau ngapain aja pas liburan. Mungkin karena dah gak muda lagi. Skip aja bagian ini, langsung cerita tentang sedikit maen-maen yang pernah saya alami.

Kurang tau sejak kapan, tapi belakangan tren petualangan dan maen-maennya anak muda itu naik gunung. Euforia naik gunung ini tentu juga menular ke saya yang masih agak labil. Jadilah 23 November 2013, direncanakan untuk naik ke Gunung Merapi. Naiknya dah direncanakan kira-kira 2 pekan sebelumnya. Malah mungkin lebih. Memang sudah lama saya ingin naik ke Merapi. Sejak adik dan temen sudah ke sana duluan, saya jadi merasa terpanggil. Sayang sekali beberapa hari sebelum hari keberangkatan, merapi beraktivitas.

Dengan adanya aktivitas Merapi, izin untuk naik ke sana pun hilang baik dari pihak keluarga maupun dari 'tim Merapi' (bingung nyebutnya). Terpaksa tujuan dialihkan. Temen-temen di Jogja sempat nawari naik ke Sumbing. Gunung tertinggi no 2 se  Jateng. Namun, karena dah terlanjur rencana naik bareng rombongan keluarga ya gak ikut naik Sumbing.

Semakin dekat dengan hari H, ada usul dari rombongan naik ke Lawu aja. Tapi insting saya sebagai pendaki pemula membuat saya cenderung untuk memilih pendakian di tempat baru. Tempat yang belum pernah saya tapaki. Menuju puncak Argo Dumilah Lawu merupakan perjalanan naik pertama saya (baca). Sedangkan Ke puncak Trianggulasi Merbabu menjadi perjalanan naik kedua. Entah Gunung Api Purba Nglanggeran bisa dihitung sebagai perjalanan naik juga atau tidak, tapi kayaknya gak usah karena ‘atmosfer’ nya yang berbeda. Maka dengan sedikit pertimbangan dan sedikit ngasal, pilihan jatuh ke gunung Sindoro. Kebetulan 2 orang dari rombongan kami pernah naik ke sana. Permasalahan baru muncul: meskipun sudah ada yang pernah ke sana, tidak ada dari kami yang tau jalan menuju Sindoro.

Rombongan sudah sepakat naik ke Sindoro. Yang dibutuhkan sudah dipersiapkan, mulai dari rute perjalanan hingga peralatan-peralatan yang dibawa. Sesuai rencana, Sabtu 23 November sekitar jam 2 siang kami berangkat.


Persiapan Perjalanan


Perjalanan menuju Sindoro merupakan sebuah perjuangan tersendiri. Rute yang sudah diperkirakan jadi buram di realitanya. Bayangan saya, pokoknya harus nemu jalan Magelang-Semarang. Entar nyari jalan menuju Temanggung. Kalo dari utara belok kanan, dari selatan belok kiri. Jalur utara berarti lewat Ambarawa, jalur selatan berarti lewat jalur antara Merapi Merbabu. Gak tau sih ada rute yang lebih dekat atau tidak. Dan ternyata rute nya gak segampang yang terlihat di google maps. 

Ini nih rute iseng yang saya cari di google maps:

http://goo.gl/maps/UeIKu

http://goo.gl/maps/UVXlh

(edit: oops link nya sudah gak bias dibuka ternyata ..  ha ha ha)

HotSpot Hunter

Karena beberapa pekan lalu liburan semester, maka internet kos dimatikan sementara. Saya kurang paham, kenapa setelah banyak anak-anak kos yang sudah datang, internet kos masih aja belum dinyalakan. Kabar terakhir sih baru bisa nyala kembali setelah awal Maret nanti. Mau tak mau saya harus jadi hotspot hunter hingga awal bulan Maret. Entah istilah ini lazim dugunakan ato tidak bagi para pengguna wi fi, tapi saya lebih enak menyebutnya demikian.
Saya bingung, setiap gak ada internet pasti banyak banget rencana kalo ketemu internet ntar harus bla bla bla ini itu dan lain-lain. Tapi begitu dah ketemu internet kampus yang kecepatannya kadang-kadang berlipat-lipat lebih cepat dari internet di kos, saya justru bingung ato males mau ngapain. Paling cuma ngaskus, download anime yang belum sempet didownload, ato searching lain-lain sebentar. Sudah jadi mahasiswa semester akhir juga sih, tapi kebiasaan nonton di laptop masih aja jalan. Padahal cukup berisiko juga ngganggu kewajiban-kewajiban kuliah macam tugas akhir atopun laporan PPL.
Bagi saya, berburu hotspot memiliki sisi menarik tersendiri. Kita bisa dapat kecepatan yang wah ratusan ato bahkan ribuan kilobyte buat dipamerin yang kadang susah ato malah mustahil dijangkau dari akses lewat modem ato internet kabel. Kita bisa berinteraksi dengan hotspot hunter lain yang kebetulan ada di situ, gak hanya ndekem di kos dan jadi hikikomori (baca). Dan kadang bisa emosi-emosi berjama'ah jika internetnya lagi lemot.
Akan tetapi, jadi hotspot hunter juga agak merepotkan. Dengan laptop yang sementara ini tanpa baterai, harus nyari colokan, harus bawa charger kemana-mana. Apalagi kalo colokannya tercabut, ato dicabut orang yang lagi iseng. Cnet!! (entah sound effect nya bener gak), laptop mati seketika. Serta tanpa adanya kipas eksternal, laptop jadi lebih cepet panas. Menjadi Hotspot hunter ternyata berisiko merusak laptop. Tapi ya apa boleh buat. Selama internet kos belum nyala, kalo pengen cari gratisan internetan ya mau tidak mau cari hotspotan. Meskipun masih ada abu gunung kelud yang tipis menyelimuti meja-meja tempat nongkrong para pemburu hotspot, kalo dah pada niat ya begitulah. Mumpung sedang konek internet, dibikin tulisan buat nambah-nambahi entry.

Thursday, February 6, 2014

Pelajaran dari Dataran Tinggi (Perjalanan Naik Pertama)


Tulisan dari catatan facebook zaman saya masih muda. Diedit seperlunya terutama benerin kata ulang. Pengalaman anak manja yang main-main ke Gunung Lawu.


Sebelum naik, masih ceria meskipun dingin


 5 maret 2011, sekitar pukul 5 sore mulai perjalanan menuju puncak lawu. Awal perjalanan, langkah masih dipenuhi dengan semangat meski sedikit diwarnai dengan gerimis. Mendekati waktu maghrib, rombongan kami yang beranggotakan Mas Warno, Mas Sunar, Mas Yusuf, Mas Rian, Mas Supri, Mas Fajar, Uud, dan saya berhenti sejenak untuk sholat. Hari mulai gelap dan hujan yang turun semakin deras. Seusai melakukan sholat jama' taqdim, kami ngemil sebentar, menyiapkan peralatan, dan menunggu hujan agak reda. Perjalanan pun dilanjutkan dalam rintik hujan dan jalanan yang licin. Pelajaran pertama, terkadang kita harus menerjang bahaya dan menerima risikonya.