Halaman Depan

Tuesday, August 30, 2016

Fiksi


Menulis fiksi. Sesuatu yang benar-benar jauh dari zona saya. Tugas-tugas membuat cerpen atau semacamnya pada masa sekolah lebih banyak saya selesaikan dengan memodifikasi kisah nyata yang saya alami maupun memodifikasi cerita yang pernah saya baca sebelumnya.
Nah, kali ini saya dapat tantangan untuk menulis cerita fiksi dari temen. Boleh berupa trailer aja, full, bersambung, bebas. Cuma pengen lihat gaya tulisan saya kalo nulis fiksi katanya. Maka dari itu saya tulis oneshot ini. Belum ada judulnya. Barangkali ada yang mau memberi rekomendasi judul, sangat dipersilakan.

Random image dari google . Saya bahkan blum pernah denger lagu-lagu nya.


Belakangan, kota ini menjadi semakin sunyi dan mencekam. Cukup aneh memang. Terlebih, ini malam Minggu. Mereka yang biasa lalu lalang untuk berbelanja, hangout, atau sekedar jalan-jalan tanpa tujuan lebih memilih untuk mengamankan diri mereka di rumah. Ya, mengamankan diri. Tak dapat dipungkiri, berita tentang kasus pembunuhan berantai yang belakangan beredar memang membuat banyak pihak was-was. Toko-toko tutup lebih awal karena memang jumlah pembeli berkurang drastis, lalu lintas yang biasanya ramai terlihat lengang,  sesekali terlihat orang yang berlari buru-buru ingin segera pulang. Kota ini benar-benar berubah.

Memang sial. Malam Minggu, di saat kebanyakan orang menghabiskan waktunya untuk beristirahat, aku justru terjebak jadwal piket berpatroli bersama seniorku Toran, yang entah kenapa hari ini tampak begitu gelisah. Dia tak berhenti menghisap rokoknya. Mungkin sudah 1 pack dia habiskan. Dasar mulut knalpot!!

Ini merupakan patroli pertama ku. Karena memang program patroli baru dijalankan kembali setelah sekian lama. Beberapa pos polisi lalu lintas dimanfaatkan sebagai pos patroli setiap malamnya. Merepotkan.  Padahal sebelum-sebelumnya, kami hanya perlu duduk bersantai di kantor sambil menunggu jam pulang tiba. Semua gara-gara kasus sialan tersebut.

"Hoaaahm.. " aku menguap lebar. Di saat seperti ini, bahkan minimarket 24 jam tempat kami biasa membeli kopi kaleng saat lembur pun tutup. Mungkin sedikit berkeliling bisa menghilangkan kantukku.

"Ayo mulai patroli !" Ajakku.

Toran tidak merespon. Dia masih saja fokus menatap handphone sambil terus masih menghisap rokoknya. Mungkin ingin mengawetkan paru-paru nya dengan pengasapan. Kakinya tak henti-henti diketukkan ke lantai. Sepertinya dia sedang kebingungan mencari sesuatu di internet.

"OY ! Sudah jam segini. Ayo mulai patroli !" Ajakku lagi dengan nada sedikit meninggi.

Toran hanya membalas ajakanku dengan tatapan jengkel dan melanjutkan aktivitasnya. Sepertinya yang dia cari dari tadi masih belum ketemu juga. Menghindari konflik, aku pun memilih untuk tidur di kursi panjang dalam pos. Semoga tidak ada apa-apa malam ini.

...

DOORRR!!!

Suara tembakan membuatku terbangun. Suaranya tidak jauh. Mungkinkah pembunuh berantai itu sedang beraksi di sekitar sini? 

" Kau dengar itu ?" tanyaku.

" Tentu saja!! Aku tidak tuli, bodoh."

Toran segera keluar pos. Aku menyusul di belakang. Jika perkiraanku tepat, suara tembakan  berasal dari gedung kosong bekas pusat perbelanjaan yang terbakar tahun lalu,  yang juga tidak jauh dari pos jaga. Tampaknya kami tidak perlu membawa mobil maupun motor patroli. Justru akan merepotkan dan terlalu menarik perhatian.

" Sepertinya suara nya dari arah sana," ujar Toran sambil menunjuk bangunan yang kumaksud tadi.

" Kita tangkap dia sebelum dia meninggalkan area, kau hadang dari selatan, dan aku akan hadang dari utara. Jika  terjadi sesuatu, hubungi aku lewat radio," lanjut nya.

“ Kita tidak menghubungi pusat lebih dahulu?”

 Tidak perlu. Jika kau hanya menunggu komando, kapan kau akan mandiri?”


Sebenarnya aku ragu, tapi sebagai orang yang kalah pengalaman, aku hanya mengangguk pasrah. Kami pun menuju posisi masing-masing.

Area ini agak terlalu luas untuk dijelajahi berdua. Cukup sulit menentukan area mana yang harus diperiksa terlebih dahulu. Aku mulai ragu, jangan-jangan kami terlambat. Pelakunya sudah meninggalkan lokasi sejak tadi. Atau mungkin..

Perhatian ku teralihkan oleh bayangan orang berlari di lantai 3.

" Kau cepat sekali, sudah berada di lantai 3, " ucapku lewat radio panggil.

" Jangan bercanda Ammon. Kita bahkan belum 2 menit di sini."

Huh.. Berarti 90% lebih kemungkinan bayangan yang kulihat tadi adalah si pelaku penembakan. Walaupun sebenarnya pelaku penembakan malam ini belum tentu pelaku yang sama dengan pembunuhan berantai yang terjadi beberapa hari belakangan.

Langkahku semakin berat. Harus kuakui, aku agak ketakutan. Aku bisa saja terluka, atau bahkan tewas saat bertugas nanti. Tapi bagaimana pun, ini tugas kami. Jika kami lari dan bersembunyi, siapa yang akan menangkap para penjahat dan menegakkan hukum? Aku pun mulai berlari, berharap dengan demikian tugas malam ini bisa segera selesai.

 "Target terdeteksi di lantai 3  sebelah tenggara. Aku akan mulai menyergap lewat tangga selatan. Ganti."

" Dimengerti. Aku akan bersiaga di sini."

" Eh?? Curang!!"

"Siapa tahu target  mencoba kabur. Akan lebih baik jika ada yang berjaga di jalan akses  keluar dan bersiap mengepung. Lagipula kau yang lebih mahir dalam pertarungan frontal.  Aku akan coba mencari petunjuk di sini terlebih dahulu."

"Oh.. ya sudahlah.”  Bilang saja kalau takut. Dasar menjengkelkan. Sayangnya aku sudah terlalu malas untuk berdebat.  

Baru sampai di lantai 2, cahaya senterku menangkap sosok target. Agak terlalu cepat untuk diidentifikasi.

“POLISI!! JANGAN BERGERAK!!”

DORRR!! Kutembakkan 1 peluru sebagai tembakan peringatan.  Tidak berguna. Dia malah kabur semakin cepat dan semakin jauh. Sepertinya aku hanya membuang-buang peluru. Tapi satu hal yang jelas membuatku terkejut. Target adalah seorang polisi seperti kami, atau mungkin berhasil merampas pakaian polisi yang pernah dibunuhnya. Eh.. Tapi..

"Ammon!! Ada apa? Aku mendengar suara tembakan."  Toran tiba-tiba menghubungi lewat radio.

" Ah.. Tadi aku menembakkan tembakan peringatan saat melihat target. "

" Anak muda, kau hanya buang-buang peluru.  Tembakan peringatan lebih efektif untuk target yang tingkat ancaman nya rendah. Lagipula  "  Ah sial !! Sifat sok tahu nya muncul lagi.  Dia pasti akan mulai menceramahi ku.

" Oh iya.. Target nya menggunakan seragam kepolisian seperti kita." Segera kupotong ceramah Toran dengan info yang kuperoleh.

" Sepertinya dia berlari menuju ke tangga sebelah barat. Mungkin akan lebih mudah jika kau hadang dari sana." lanjutku.

" EH APA KATAMU? POLISI? BAGAIMANA MUNGKIN? ATAU MUNGKIN ..” Toran terdengar cukup terkejut.

 “ MANA KUTAU!! JANGAN TERIAK-TERIAK BODOH!! TARGET BISA TAHU POSISI KITA DAN MENGHABISI KITA DARI BELAKANG. IKUTI SAJA SARANKU!!” Aku lepas kendali.

“ Baiklah..."

Dari tenggara, aku berencana mendekat  ke bagian tengah bangunan. Aku mencari  jalan yang sedikit tidak biasa. Barangkali aku bisa memberikan serangan kejutan ke target. Sekilas terdengar langkah kaki mendekat. Aku terdiam, mencoba berkonsentrasi untuk mempertajam indera dan refleksku. Semakin dekat, semakin dekat. Saat  bayangan target terlihat, segera kuterjang, kukunci, dan kutodongkan pistol ke  kepalanya.

" Bergerak sedikit saja dan bersiaplah ditanyai 5 per… TORAN?? Haah.. Hampir saja kuledakkan kepalamu. Kau tidak jadi menyergap target dari tangga barat?" Ucapku sambil melepasnya.

“ Hei bodoh!! Jika kau membunuh target, justru kau yang akan kupidanakan. Jaga emosi mu.” Ucap Toran seraya bangkit. Aku hanya menunduk pasrah bersiap kena omel.



" Aku tadi lewat tangga tengah. Setelah mengamati  tingkah laku target dan kondisi sekitar, aku yakin jika dia tidak akan kabur dari sini. Di sekitar sini aku tidak melihat tanda adanya pembunuhan atau penganiayaan. Jika ada pun, aku rasa dia seharusnya bisa kabur sejak tadi. Terlebih kau bilang target mengenakan seragam polisi. Barangkali ada polisi lain yang memiliki dendam pribadi pada salah satu dari kita ."

Cukup masuk akal. Mungkin memang tembakan tadi hanya umpan agar kami ke sini. Dan jika dipikir-pikir, agak tidak masuk akal jika melakukan penyerangan di lantai 3 gedung yang sudah hangus terbakar. Aku jadi jengkel karena telah dibodohi.

“ Jadi bagaimana rencanamu?” Tanyaku.

“ Kita langsung saja ke tangga barat, lewat jalan yang berbeda agar saat salah satu dari kita jadi umpan, yang lain dapat segera melumpuhkan target. “

“ Tenang saja, aku yakin pada refleks dan skill membidikmu. Siaga kan selalu pistol mu di tangan! Ayo bergerak!!” Lanjut Toran.  Sepertinya dia bisa melihat jelas kepanikanku yang mulai muncul.

Kami mulai berpencar.  Aku mengambil jalan agak memutar ke utara.  Sementara Toran akan ambil frontal dari tengah. Dengan posisi seperti ini, kemungkinan besar dia yang akan jadi umpan.   

DORR!! DORR!!

Terdengar beberapa suara tembakan. 

“ Target mulai menyerang. Kau di mana Mon?” sepertinya Toran mulai terdesak.

Saat ini sedang mencari posisi target. Sepertinya aku bisa segera memberi bantuan. Jawabku sambil berjalan mendekati tangga barat.

Terlihat siluet target agak jauh di depan. Ah itu dia. Aku mulai mengendap-endap, bersembunyi, dan mencari posisi strategis untuk membidik target dan memberinya sedikit kejutan. Sepertinya dia belum menyadari keberadaanku. Kesempatan.

DORR!! Tembakan pertama meleset.

DORR!! Tembakan kedua.

Peluru dari pistolku meluncur dan mengenai perutnya. Ah Sial!! Meleset jauh. Target mulai limbung dan akhirnya jatuh tersungkur. Aku berlari mendekati target berharap bisa memberikan pertolongan pertama. Jika dia mati di sini, aku bisa kena masalah.

Saat aku mendekat..

TORAN?? Sungguh mengejutkan. Bagaimana bisa aku salah tembak?


BUKKKK!!

Seseorang memukul ku tepat di tengkuk. Sakit. Pandanganku mulai buram. Gelap. Sayup-sayup terdengar beberapa kali tembakan. 

...

WOOAAH

Aku terbangun setengah teriak. Kulihat  Toran yang sedang menonton tv terkaget dan melihat tajam ke arahku. Ah, untung hanya mimpi. Nafasku masih terengah-terengah, degup  jantungku terasa sampai ke sekujur tubuh. Badanku gemetaran. Mimpi tadi terasa begitu nyata. Kepalaku sakit. Mungkin aku tidur terlalu lama.

Aku duduk sejenak untuk menenangkan diri. Kurapikan kursi dan bajuku. Barangkali sebentar lagi ada atasan yang datang mengontrol, bisa habis aku jika ketahuan tidur. Pet, sepatu, kopel, revolver, ... Terasa seperti ada yang aneh.  Seperti agak sedikit lebih ringan. Kulihat sisa peluru ku. 3 buah. Aku terdiam cukup lama hingga akhirnya menyadari sesuatu. Segera kumasukkan lagi silinder peluru revolverku dan kutodongkan ke Toran.

"Kau siapa?"

...

Normal POV

DORRR!!

Seketika terdengar tembakan dari pos jaga.

 ____________________________________________________________________

Akhirnya selesai..
Masih banyak flaw nya. Terutama karena ambil cerita tentang kepolisian yang saya sendiri masih sangat awam dan minim referensi tentang hal tersebut. Tapi karena memang kebutuhan plot nya seperti itu apa boleh buat. Dan juga secara storyline, memang agak susah dipahami. Ini sebenarnya cerita prekuel dari cerita tentang doppelganger yang sering saya bayangkan dan hampir gak mungkin untuk direalisasikan. Inginnya sih genre nya action, mystery, supranatural, psychologal, comedy, slice of life. Tapi jika dilihat dari genrenya, makin gak mungkin buat direalisasikan. 
Terima kasih banyak terutama bagi kalian yang membaca full. Bagi yang belum membaca atau mungkin cuma sekilas, terima kasih juga karena sudah berkunjung. Semoga hari-hari kalian adalah hari-hari yang menyenangkan.
Oh iya. Nama nya mungkin sedikit aneh karena baru saya dapat beberapa menit sebelum posting. Terinspirasi dari obat batuk milik teman di dekat laptop. EkspekTORAN dan AMMONium Chloride. Sebelumnya malah pakai nama jangkrik dan belalang.


korban

korban


Credits: 
 Frost (Beta Reader)
 Itrabat (penyedia nama)          




No comments:

Post a Comment