Halaman Depan

Thursday, March 27, 2014

Sebuah Keraguan Terulang


Di semester-semester akhir ini, muncul banyak pertanyaan dalam otak saya. Salah satunya yang paling besar yakni, "Kira-kira ntar habis lulus bakal kerja di mana ya?" Masa lalu seperti terulang. Dulu saat kelas XII SMA, pertanyaan yang mirip muncul. "Kira-kira nanti habis lulus kuliah di mana ya?". "Enaknya masuk jurusan apa ya?"

Mengingat saat menentukan pilihan jurusan kuliah. Cukup sulit juga. Waktu itu kita harus memperkirakan peluang masuk karena mayoritas yang pengen kuliah pada ngincer PTN. Menyesuaikan nya dengan minat, nilai rapor, dan juga prospek kerja nya nanti. Belum lagi menyusun strategi memilih jurusan dari yang grade tertinggi sampai grade terrendah. Ribet. Dengan mempertimbangkan berbagai hal tersebut, saya mulai khawatir ntar bisa kuliah di PTN atau tidak. Hal itu mengakibatkan saya ikut berbagai jalur masuk PTN dengan brutalnya. Saya langsung banyak-banyak coba jalur pendaftaran sebelum ujian nasional. Siapa tau ada yang kecantol. Alhamdulillah, Allah memberi saya kesempatan hingga akhirnya sekarang saya bisa kuliah di JTSL FT UGM.

Seperti yang saya tulis tadi, masa lalu seperti terulang. Memang gak sepenuhnya sama sih. Lulusan teknik sipil memiliki berbagai pilihan prospek kerja untuk ke depannya. Umumnya, mereka bisa jadi pekerja bidang konstruksi (konsultan pengawas, konsultan perencana, pelaksana proyek (kontraktor)), pegawai PU, dosen, pegawai tambang (bener gak yo istilahnya?) dan lain-lain hingga pegawai bank. Memang sih tidak menutup kemungkinan untuk memasuki pekerjaan yang sama sekali di luar bidang keahliannya. Dengan pilihan yang cukup banyak tersebut, wajar jika saya bingung mau kerja di mana. Terlebih lagi, selain terlalu banyak pilihan, banyak juga faktor lainnya.

Pekerjaan yang berkaitan dengan konstruksi, berkaitan dengan keselamatan pengguna produk konstruksi tersebut. Perlu pengalaman kerja yang cukup banyak. Belum lagi dunia konstruksi itu cukup gelap (Walau mungkin gak semua kayak gitu sih). Banyak uang yang 'abu-abu' bersliweran. Tegakah kita memberi makan keluarga dengan uang yang demikian? Bank juga gak jauh beda kayaknya. Entahlah kalo PU saya kurang tau. Dosen, perlu kemampuan akademis dan penyampaian yang bagus. Tambang biasanya persyaratan agak sulit dan harus siap berlama-lama di luar jawa. Kerja di luar bidang sipil, entah kerja seperti apa belum ada bayangan dan sayang juga kuliah nya. 

Sampai sekarang, saya masih ragu bakal pilih kerja di mana. Makin dipikir makin bikin bingung. Kita tidak akan pernah tahu masa depan kita, sampai kita mengalaminya. Yang penting, terus berdo'a saja kepada Allah agar dipertemukan dengan takdir yang paling baik. 


Postingan yang kurang menarik mungkin. Gak ada gambarnya. Isi nya terinspirasi dari obrolan saat les SAP 2000.

Wednesday, March 26, 2014

Mungkin Menyenangkan jika Saya Bisa Memasak, atau Mungkin...


Mungkin beberapa orang berpikir, pekerjaan di dapur itu pekerjaan yang identik dengan wanita. Jika kita lihat dari realita yang ada saat ini, memang hal tersebut tidak relevan. Di rumah makan atau warung burjo lah sederhana nya, kita justru lebih sering melihat para lelaki yang berada di hadapan kompor dan asyik dengan penggorengan. Di acara memasak dan chef hotel berbintang, para lelaki juga cukup banyak mendominasi.

Lantas, bagaimana dengan para wanita? Entahlah. Pasti masih banyak yang bisa masak meski hanya menu tertentu, ada yang expert, dan mungkin ada juga yang sama sekali gak bisa masak. Tapi yang jelas, wanita yang pandai masak punya poin plus sih. Bukankah menyenangkan jika masakannya menjadi masakan favorit untuk anak dan suami? Menambah hawa keluarga yang harmonis, sakinah mawaddah warahmah. Terlalu lama melebar, saya akan mulai menceritakan pengalaman saya dengan dapur selama ini. 

...
Saya orang yang mudah tertarik terhadap sesuatu, salah satunya memasak. Memasak itu menarik. Bereksperimen, mencoba meracik menggabungkan berbagai material dengan kadar dan metode tertentu, dan Bufff!! Ada kemungkinan berhasil dan gagal tergantung tangan yang mengerjakan. Kalo berhasil, senyum lebar dan Alhamdulillah. Kalo gagal.. Speechless.

Kelas XII SMA, biologi entah bab apa nyambung ke fermentasi. Saat itu tugas bikin tape (individu), sukses. Dan tugas lainnya bikin donat (berkelompok). Dianjurkan untuk dikreasikan dengan bahan lain, misal waloh, ketela, kentang, atau semacamnya. Nah, untuk sesi coba-coba di rumah, saya coba pakai jagung manis. Jagung saya dihaluskan untuk mengganti sebagian tepung, dibikin adonan, dan hasilnya.. GAGAL. Dalam kasus ini saya kesulitan dalam menakar bahan secara akurat, dan juga nguleni adonan itu susah. Saya coba 2 kali kayaknya dan gagal semua. Akhirnya, saat bikin donat kelompok di rumah temen, kita gak pakai bahan tambah apapun. Hanya seperti donat biasa, dan parahnya agak bantat. Dikumpulkan ke guru dengan apa adanya. Search aja di google 'donat gagal', hasilnya mirip-mirip kayak gitu lah.



Bukan seperti ini 


Pernah juga iseng pengen bikin bakpao. Kayaknya sih pengembangnya kurang sehingga saat sudah jadi, lumayan mantep buat nimpukin maling. Keras bagai nokia 3310. Bikin cake, gosong sehingga bagian luarnya harus dikupas. Bikin pancake dengan resep search internet, gagal juga. Memang saya gak beruntung dalam hal bikin-bikin roti kue kayak gini. Pernah sih agak sukses sekali. Roti goreng isi dengan lapisan tepung panir di bagian terluar. Sayang proporsi isi dengan rotinya gak imbang.



hanya ilustrasi 

Saturday, March 22, 2014

Kormasit - Parasit


Ngepost tentang KKN sekarang mungkin memang sudah agak kadaluarsa. KKN PPM UGM pada bulan Juli-Agustus 2013, bagi saya momen tersebut merupakan salah satu dinding besar yang harus dilewati untuk mencapai kelulusan selain dinding lainnya yakni PPL dan Tugas Akhir. Terlebih lagi, dalam kumpul pertama KKN GK-04 di KPFT, saya ditunjuk jadi kormasit (Koordinator Mahasiswa tingkat Sub unit). Saat itu, pembagian subunit entah berdasarkan apa saya lupa, cowok yang dapat subunit Dusun Temon ada Saya, Adhi, dan mas Eko. Karena saat itu mas Eko gak datang, sedangkan Adhi sudah menjabat sebagai kormanit (Koordinator Mahasiswa tingkat Unit), mau tidak mau saya yang kebagian jatah sebagai kormasit. Yah mungkin segala sesuatu akan jadi sangat berbeda jika malam tersebut mas Eko hadir. Sangat mungkin.

Awal-awal, kormasit disuruh ngumpulin estimasi biaya hidup 2 bulan. Selain itu, kormasit disuruh merekap apa saja kebutuhan subunit. Apa saja yang perlu dibawa masing-masing, si A bawa apaan, si B bawa apaaan, apa aja perlengkapan subunit yang belum tersedia, dan lain-lain. Survey mengumpulkan informasi dari dusun yang akan ditempati. Ribet. Dan liat-liat berbagai persiapan subunit lain, entah di grup facebook maupun saat rapat per subunit, terlihat begitu rapi dan teratur. Menyilaukan. Bikin Minder. Saya jadi kasihan sama orang-orang apes yang harus dikoordinir oleh saya waktu itu.



Estimasi (sempet pengen iseng bikin di paint sih)

Bagi saya yang semi introvert, gak pandai ngomong, gampang panik dan bingung, ceroboh, perusak, dan lain-lain, harus jadi kormasit selama 2 bulan kurang sedikit itu jadi pelajaran banget. Tapi gak tau juga pelajaran yang didapat masih bersisa gak sampai sekarang. Awal-awal KKN, saya sempat diprotes kok kormasit gak pernah ngasih komando atau semacamnya. Banyak evaluasi yang saya dapat misalnya keraskan suara kalo ngomong, jangan bingung, terima kritik, jangan malu bersosialisasi dan lain-lain, malu kalo harus ditulis semua. Harus berinisiatif bikin jadwal sosialisasi anak KKN dengan warga per RT, mengenal warga dusun sebanyak mungkin (sebenarnya ini tugas semua juga sih). Jelas bingung dan tertekan di awal-awal, namun seiring berjalan waktu, mulai terbiasa juga.

Terbiasa bukan berarti selalu melakukan segala sesuatu dengan benar. Di pertemuan sosialisasi per RT, saya gak terlalu banyak berperan seperti seharusnya. Saya juga masih belum berhasil mengompakkan temen-temen subunit (menurut saya).  Pas ada acara kluster tertentu gak semua anggota subunit datang meskipun mungkin luang (saya termasuk), gak kayak Dusun lain yang bener-bener kompak. Juga saat evaluasi rutin subunit, saya juga paling cuma mbuka dan nutup. 

Dusun Temon yang kami sebut sebagai negara api, dusun yang penuh kehangatan. Tapi kalo sekali panasnya keluar, ngeri. Contohnya pas kami rencanain bikin lomba buat memperingati hari kemerdekaan. Sempat terjadi perselisihan antara kaum pemuda dengan kaum tua pas malam tirakatan yang kami manfaatkan untuk ngobrolin rencana kami. Tondy dan Gaby mungkin yang paling kerepotan malam itu. Lagi –lagi saya gak berbuat banyak. Dan akhirnya, setelah dipikir dan dibicarakan selama beberapa hari, malah beberapa lomba gak diadakan. Kalo diinget-inget, mungkin itu bagian KKN yang paling suram.

Saat mendekati akhir-akhir, kami sibuk dengan administrasi laporan KKN. Berbagai kabar yang muncul memang cukup membingungkan. Saat saya sempet turun ke Jogja, saya coba tanya ke temen-temen jurusan tentang laporan KKN. Siapa tahu dapat pencerahan. Ada yang sama-sama bingung, ada yang dah selesai, dan yang unik, ada yang bilang ,”Takon wae nyang kormasitmu!” (tanya aja ke kormasit mu). Berarti, default nya kormasit seharusnya tahu tentang detail pengerjaan laporan KKN dari LPK, R1, R2 dan apalah lainnya itu saya lupa. Sekali lagi saya gagal sebagai kormasit. Dan tentu masih banyak kegagalan lainnya, termasuk ngrepotin kluster sainstek dengan ngambang dan gajenya program filtering (yah ini gak nyambung sama kormasit sih).

Saya mungkin gak setenang Adhi, gak sebijak Anton, maupun gak sevisioner Tondy. Jelas akan berbeda jika yang jadi kormasit salah satu dari mereka. Tapi semoga dengan pelajaran sebagai kormasit ini, saya bisa jadi orang yang lebih baik ke depannya. Teman-teman GK-04, khususnya subunit temon, meski mungkin kalian takkan membaca tulisan ini, maaf nggih jika selama 2 bulan saya lebih mirip parasit daripada kormasit. Terima kasih sudah jadi inang saya selama 2 bulan tersebut. Sebenarnya hingga saat tulisan ini ditulis, ada sedikit yang masih mengganjal dalam pikiran saya. Saya merasa masih ada hutang terhadap Dusun Temon. Entah apa.


Thanks to:

Temen-temen subunit Temon (biar gak mainstream, fotonya pake nasi kuning yang dipake buat lomba mumpung pas ada 7)


Tondy 
Mbak Tania
Gaby 
Frayda 
Mbak Dian
Anton
Adhi

Thursday, March 20, 2014

Perjalanan Naik Ketiga (Sindoro Part 3)


Lanjutan dari part 2 (baca)

Di puncak, kami mengisi perut dan berfoto-foto sampe bosen. Lagi-lagi saya yang paling galak. Hari itu sudah hari Ahad. Sudah cukup siang pula. Besok kami juga harus kembali ke rutinitas masing-masing. Saya ngomel-ngomel 'udahan foto-fotonya, ayo segera pulang'. Yah mengingat perjalanan Sindoro-Solo pasti memerlukan waktu yang cukup lama. Bisa-bisa kami sampai rumah jam 11 an malam jika perjalanannya seperti waktu berangkat. Tapi saya harus menerima konsekuensi dari perilaku saya. Gara-gara saya buru-buru pengen segera turun, foto-foto saya yang di puncak (yang sendirian) jadi sedikit dan tentu gak semua juga yang bagus. Jam 11an, kami mulai turun. Video pamitan:



Biasanya, perjalanan turun sih lebih cepat daripada naiknya. Ya kan? Saat turun, kita lebih mudah berlari dan tidak perlu istirahat sesering pas naik. Perjalanan menuju pos 4 susah dideskripsikan dengan kata-kata, gak ada foto, pakai video aja.

Monday, March 17, 2014

Waterplant Community (part 2): Little Pea Can’t Really Escape


Lanjutan dari part 1 (baca)
Tidak banyak yang berubah dari kehidupan saya setelah keluar dari Waterplant Community. Hanya terkadang masih dipaksa balik entah serius atau tidak, atau dimarahin temen (meski semi bercanda) kenapa keluar padahal ikut waterplant merupakan suatu kesempatan yang bagus untuk menambah pengalaman, link, atau yang lain-lain. Yah kalau sudah terlanjur gak sreg dan keluar ya mau bagaimana lagi.

Dan selepas dari Waterplant Community, ternyata saya tidak bisa benar-benar ‘lepas’ dan ‘jauh’ dari Waterplant. Kira-kira setahun setelah saya keluar dari Waterplant, saya harus kembali ke ‘markas’ Waterplant. Memang bukan untuk urusan waterplant sih. Kebetulan tugas semester tersebut, Perancangan Bangungan Teknik Sipil (PBTS), kelompok saya dapat asisten yang sering nongkrong di Waterplant. Otomatis cukup sering asistensi di sana. Memang bukan masalah besar sih sebenernya, tapi rasanya agak aneh mengunjungi lagi waterplant yang sudah saya tinggalkan.



Pas KKN juga. Kelompok KKN kami GK-04 yang bertemakan mitigasi bencana kekeringan juga dapat bantuan dari Waterplant. Sebelum KKN, kami dibantu  oleh waterplant tentang langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan. Nah yang bantu kami ini temen seangkatan di Waterplant dulu. Dia bisa njelasin ke temen-temen sainstek GK-04 dengan lancar dan professional. Beda banget dengan saya. Banyak temen GK-04 yang terpesona dibuatnya. Sekali lagi, beda banget dengan saya.



Dalam proses KKN, Waterplant membantu kami untuk menghubungkan dengan link-link yang diperlukan. Dalam hal ini saya tidak terlalu terlibat. Selain itu, mereka juga membantu dalam hal survey. Nah kali ini yang turun ke lapangan angkatan 2011 nya. Karena saya keluar sebelum ada suksesi, tentu saja mereka gak tahu kalo saya pernah di Waterplant juga. Mereka juga cukup professional, gak kalah sama seniornya.

Sebulan’an setelah KKN, saya mulai PPL. Nah ternyata di tempat PPL juga ada orang Waterplant. Petinggi nya. Tentu saja beliau gak tahu kalo dulunya saya juga orang waterplant juga. Lalu bagaimana saya tahu kalo beliau salah satu petinggi nya? Saya pernah dengar nama beliau dan diberitahu temen waterplant juga.  Dan sekarang semester 8, saya harus mengasisten’i anak waterplant angkatan 2011 juga di tugas PBTS. Kira-kira kalo dia tahu saya juga orang Waterplant dulunya, bakal kayak apa ya tanggepannya? “Ah Payah kwe mas.” Mungkin kayak gitu. Entahlah. Waterplant, mungkin nanti justru akan menjadi sebuah minus besar di Curriculum Vitae saya. Tapi bagaimanapun, kesalahan yang sudah terlanjur saya lakukan dulu, saya harus mau menerima konsekuensi nya.

Thursday, March 13, 2014

Waterplant Community (part 1): One of My Betrayal


Waterplant Community merupakan sebuah wadah mahasiswa yang peduli tentang pentingnya ketersediaan air bersih untuk masyarakat yang katanya sih didirikan tahun 2002. Kalo gak salah inget, Waterplant ini dirintis dari sebuah KKN di Gunungkidul. Secara bertahap dari KKN tersebut, Waterplant membangun instalasi pengangkatan air berbasis masyarakat dengan tenaga solar panel. Biaya yang tidak sedikit untuk pengadaan didapat dari CSR beberapa perusahaan.

Kesan pertama saat saya lihat Waterplant Community, wow keren. Banyak di lapangan, jadi kayaknya bakal nambah banyak pengalaman dan wawasan lapangan kalo ikutan. Terlebih saya cukup tertarik dengan bidang keairan meskipun makul-makul air saya nilainya biasa aja. Saya pun berminat untuk gabung. Oprec dibuka awal semester ganjil 2011. Saat itu, dari 3 divisi yang ditawarkan yakni Research and Development (RnD), Eksternal and Surveyor (EnS), dan Human Resource Management (HRM), divisi yang saya minati yakni Research and Development.




Saya lupa tanggal dan bulan tepatnya, pada hari Sabtu-Ahad saat itu diadakan seleksi calon anggota Waterplant. Pada seleksi hari pertama (Sabtu), seleksi berupa uji diskusi. Calon anggota dibagi dalam 2 kelompok dan disuruh berdiskusi untuk menarik suatu kesimpulan. Ketika itu kami disuruh mendiskusikan tentang prosedur pembangunan instalasi air bersih berbasis masyarakat kalo gak salah inget. Sedangkan di hari kedua, giliran tes wawancara. Sepertites wawancara pada umumnya, berbagai pertanyaan muncul. Pertanyaan yang saya ingat yaitu SWOT yang saya jawab sebisanya dan pertanyaan bagaimana jika saya saya jadi ketua panitia seminar, sementara di saat yang bersamaan dengan seminar tersebut ada kuliah. Nah saya jawab aja pas itu melihat absennya dulu. Dan akhirnya di hari pengumuman, dari 10 orang yang diterima, saya termasuk.

Setelah masuk ke Waterplant Community (saat itu saya nyebutnya WPC, agak aneh memang), saya baru tahu kalo meskipun letaknya di JTSL UGM, anggota nya tidak hanya dari teknik sipil. Ada yang dari jurusan teknik lainnya, fakultas geografi, dan entah darimana lagi saya gak ingat. Bahkan, sebenarnya karena Waterplant Community (kakak tingkat banyak yang nyebutnya WC, malah lebih aneh) lebih banyak srawung ke masyarakat, Waterplant juga memerlukan tambahan anggota dari ranah sosial misal psikologi, ekonomi, atau sejenisnya mungkin.

Dari Waterplant, saya dapat beberapa hal. Kami survey ke lapangan, bertemu dengan para tokoh masyarakat yang concern ke air bersih layak konsumsi yang tergabung dalam Pammaskarta (Paguyuban Air Minum Masyarakat Jogjakarta), sedikit hal tentang MDGs (saya sudah lupa), pentingnya pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain hingga hal sepele seperti TOR ataupun pentingnya menyimpan nota pembayaran. Teringat tugas pertama saya yakni bikin design X banner yang akhirnya diselesaikan senior juga.

Namun, entah kenapa berada di Waterplant saya berpikir seperti saya berada di tempat yang kurang tepat. Pernah saya justru memperlama saat akan survey gara-gara gak ada helm. Saya juga yang paling pasif kalo kami sedang berkunjung. Paling males tanya. Sempat putus komunikasi gara-gara ganti nomor hape juga membuat saya tidak mengetahui tugas spesifik saya. Pas acara kunjungan bentrok dengan jam kuliah, saya lebih prioritaskan kuliah nya meskipun masih bisa absen. Berbeda dengan pas wawancara. Payah. Absen dari satu dua kegiatan membuat saya semakin lepas dan semakin jauh dari Waterplant.


Akhirnya dengan ketidaknyamanan tersebut, sekitar 2012 awal (mungkin sekitar april) saya putuskan untuk keluar dari Waterplant. Sempet sih dibujuk balik sama temen-temen Waterplant beberapa kali. Katanya kekurangan orang juga karena bakal ngadain seminar. Tapi yah saya yang memang keras kepala dan terlanjur lepas pun tetep aja nolak. Saya memang sering tidak professional maupun berkomitmen dalam menjalankan tugas. One of my evil side was revealed. Mungkin kasus saya menjadi sebuah pelajaran bagi Waterplant dalam oprec agar lebih selektif dalam milih anggota dan menerima lebih banyak orang antisipasi kalo ntar ada yang lepas kayak saya (kayaknya sih nggak ada). Sebenarnya kalo diinget-inget lagi, saya jadi gak enak sama mereka dan jadi jengkel sama diri saya sendiri. Terkadang kesempatan diberikan kepada orang yang kurang tepat, misalnya saya. Padahal mungkin saja banyak yang ikut oprec lebih punya niat dibanding saya tapi tidak diterima. Tolong jangan ditiru ya!


Pintu tersebut makin terasa ngeri setelah saya keluar

Saturday, March 8, 2014

Perjalanan Naik Ketiga (Sindoro Part 2)


Lanjutan dari part 1 (baca)

Menuju pos pertama, kami sempat dipandu sama bapak-bapak penduduk setempat karena jalur awal memang masih berbaur dengan pemukiman penduduk sehingga cukup membingungkan. Setelah memandu kami ke rute utama, si Pakde (kami lebih nyaman menyebutnya demikian) tadi bilang yang kurang lebih demikian, “ Nah dari sini, mas tinggal ngikuti jalan saja. Paling 3 jam an sampai ke puncak.” Mukegile!! Itu si Pakde pakai ilmu apaan? Mas-mas di basecamp aja bilang perjalanan dari basecamp ke pos 3, pos yang biasa dipakai buat ngecamp bisa mencapai 7 jam. Yah mungkin agak dilebih-lebihin dikit biar ojek nya laku atau kami yang salah dengar, tapi jelas kalo bisa sampai puncak dalam waktu 3-4 jam itu ajaib.

Jalan menuju pos pertama masih berupa jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor. Masih cukup lebar untuk dilewati mobil sepertinya. Setelah kami mengalami sendiri perjalanan menuju pos pertama, cukup terasa kalo pake ojek lumayan banget buat berhemat waktu dan tenaga. Tapi mustahil kami kembali ke basecamp hanya untuk ngojek. Sangat tidak efektif. Sesampainya di pos pertama, ada mas-mas lagi ngopi-ngopi. Keliatan enak.




Seperti tertulis, pos 1 ojek. Salah satu spot tukang ojek mangkal 

Perjalanan menuju pos 2, para rombongan dah ngantuk. Banget. Dari pos pertama, ojek mungkin hanya bisa sampai ke ½ perjalanan menuju pos 2. Atau mungkin malah gak sampai ½. Rombongan makin sering berhenti. Mas Luqman malah sempet tertidur. Nah Saat berhenti lama sampai ada yang tertidur tersebut, Mas Yusuf yang berpengalaman naik Sindoro 1x, memetiki daun pegagan yang tumbuh di sekitar situ. Saya lebih sering nyebutnya pegatan meskipun entar artinya jadi lain. Katanya sih kalo direbus dan airnya diminum, dapat melancarkan peredaran darah ke otak. Lumayan lah buat campuran nyeduh-nyeduh entar.

Saya tidak tahu memetiki pegagan liar tadi termasuk melanggar aturan pecinta alam yang ‘dilarang mengambil apapun kecuali gambar’ atau tidak. Akan tetapi, pecinta alam dadakan dan abal-abal seperti saya memang sering tak memikirkan hal tersebut. Payah. Dengan kondisi tubuh yang makin lelah dan mata yang makin ngantuk, sesampainya di pos 2 kami pun nyeduh kopi.

Dalam perjalanan menuju puncak Gunung Sindoro kali ini, rombongan kami bawa kompor gas kecil.  Tidak seperti 2 perjalanan naik sebelumnya yang hanya bawa  paraffin dan spirtus. Dengan kompor gas, mendidihkan airnya jadi lebih cepet. Ngopi di ketinggian, kondisi dingin, dan ngantuk waktu itu memang nikmat banget. Sayangnya sehabis ngopi, bingung juga panci bekas nyeduhnya dibersihinnya gimana? Jadilah dibawa dalam kondisi kotor. Kalo di alam terbuka seperti ini, cara kotor kayak gini bagi kami agak wajar. Entah untuk pendaki lain.



Ada yang sempet bobok

Wednesday, March 5, 2014

Mungkin Menyenangkan jika Kita Jalan Kaki


Secara umum, masyarakat Indonesia cenderung malas untuk berjalan kaki. Dengan berbagai alasan semisal Indonesia yang panas, jalanan yang gak nyaman, lebih cepet naik motor atau mobil, capek kalo harus jalan, gengsi, dan mungkin berbagai alasan yang lainnya. Terlebih lagi dengan harga kendaraan pribadi yang semakin terjangkau. Dengan uang muka kurang lebih 600 ribu rupiah, seseorang sudah bisa membawa pulang motor baru. Mobil murah di bawah 100 juta juga sudah banyak beredar. Tidak heran jika seiring berjalannya waktu, masyarakat Indonesia lebih memilih naik kendaraan pribadi dibanding jalan kaki ato naik transportasi umum.

Kalau begini terus, coba kita ibaratkan infrastuktur transportasi di Indonesia sebagai balon karet dan kendaraan sebagai air yang dimasukkan ke balon tersebut. Air secara terus menerus dimasukkan ke dalam balon, mau tidak mau balon harus menyesuaikan jumlah air yang masuk. Akan tetapi pada titik tertentu, balon akan tidak sanggup lagi menampung air yang ada. Mungkin memang analoginya agak tidak pas, tapi alangkah baiknya jika pertumbuhan kendaraannya tidak terlalu banyak, ato bahkan bukan bertambah tapi justru berkurang.

Dengan banyaknya kendaraan saat ini, coba perhatikan dampaknya. Kemacetan semakin merata. Polusi udara meningkat. Banyak ruas jalan  yang semakin sempit karena banyak dimanfaatkan untuk parkir on street. Kenyamanan pejalan kaki terganggu. Waktu tempuh perjalanan semakin panjang. Keamanan dan kenyamanan berlalu lintas juga menurun. Pendapatan angkutan umum menurun sehingga pelayanannya tidak membaik. Mungkin masih banyak lagi dampak lainnya. Kelihatan repot bukan?


Terlihat penat  (Random Image from google) 

2500 Kata Perusak Liburan


Akhir tahun lalu, ada sedikit masa libur entah dalam rangka apa saya lupa. Mungkin sih minggu tenang sebelum ujian. Tujuan dasar dari sebuah liburan adalah untuk menghilangkan penat dan kejenuhan dalam pikiran. Akan tetapi, saat di dalam liburan terdapat tanggungan tugas essay 2500 kata sebagai salah satu nilai akhir, liburan malah jadi gak santai. Kayak dikejar-kejar. Essay mata kuliah kewarganegaraan tersebut iseng-iseng saya post di sini. Sebenarnya niatan dah agak lama, tapi nunggu nilai keluar dulu biar gak dikira hasil plagiat. Bahasan yang agak membosankan, gak ada gambar, dan asal susun kalimat. Barangkali manjur buat yang susah tidur. 


Demokrasi dan Internet


            Demokrasi merupakan kata serapan dari bahasa yunani yang terdiri dari 2 kata, yakni demos dan kratos atau cratein. Demos berarti rakyat, sedangkan kratos atau cratein diartikan sebagai pemerintahan. Sehingga, secara etimologi demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat atau lebih lengkapnya pemerintahan yang berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan ditujukan untuk rakyat. Sedangkan secara istilah, demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana kedaulatan serta kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Semua warga negara memiliki hak yang sama dalam mengambil keputusan politik untuk menentukan nasib mereka dan berpartisipasi langsung maupun melalui perwakilan dalam pemerintahan. Partisipasi tersebut dapat berupa perumusan, pembuatan, dan perancangan hukum, ataupun pemberian suara dalam pemilihan umum. 

Banyak pihak yang berpendapat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling unggul jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya, sehingga mayoritas negara di dunia memilih untuk menggunakan sistem pemerintahan tersebut, tidak terkecuali Indonesia. Kelebihan sistem demokrasi yang menyebabkan demokrasi lebih unggul dibanding sistem pemerintahan lainnya diantaranya: tumbuhnya rasa memiliki terhadap negara pada diri warga negara akibat partisipasi mereka, demokrasi mencegah adanya monopoli kekuasaan, serta memungkinkan adanya pemindahan kekuasaan melalui pemilihan umum. Namun, di balik itu tentunya demokrasi memiliki beberapa kekurangan di antaranya: masyarakat bisa salah dalam memilih dikarenakan isu-isu politik yang kadang dimunculkan pihak oposisi, serta fokus pemerintah akan berkurang ketika mendekati pemilu periode berikutnya.

Sunday, March 2, 2014

Berkreasi with Kartun Ngampus


Seperti yang diperkirakan sebelumnya, blog yang hampir gak pernah dipromosiin tentu bakalan sepi pengunjung. Dan blog yang sepi pengunjung, yang bikin blog jadi gak semangat buat nulis lalu posting. Padahal cukup banyak sih ide-ide sepele buat dijadikan tulisan, tapi saya terlalu males untuk realisasi dan penyelesaiannya. Terlebih laporan PPL yang seharusnya jadi prioritas saat ini malah terbengkalai, jadi ada rasa bersalah kalo saya semangat bikin tulisan blog, tapi laporan masih jalan di tempat. 

Nah, karena gak ada tulisan yang siap untuk dipost, kali ini saya masukin gambar-gambar sumbangan saya ke Kartun Ngampus Facebook. Emang sih kebanyakan gak lolos seleksi. Mungkin emang kurang lucu ato kurang menghibur. Tapi lumayan menyenangkan juga iseng-iseng masang-masang gambar jadi cerita singkat. Bisa jadi sarana curhat terselubung juga #eh.


Disclaimer: Kartun Ngampus original created by bang Shiro ngampus (kayaknya sih)



Terinspirasi dari pengalaman pribadi kuliah pelabuhan