Halaman Depan

Thursday, February 6, 2014

Pelajaran dari Dataran Tinggi (Perjalanan Naik Pertama)


Tulisan dari catatan facebook zaman saya masih muda. Diedit seperlunya terutama benerin kata ulang. Pengalaman anak manja yang main-main ke Gunung Lawu.


Sebelum naik, masih ceria meskipun dingin


 5 maret 2011, sekitar pukul 5 sore mulai perjalanan menuju puncak lawu. Awal perjalanan, langkah masih dipenuhi dengan semangat meski sedikit diwarnai dengan gerimis. Mendekati waktu maghrib, rombongan kami yang beranggotakan Mas Warno, Mas Sunar, Mas Yusuf, Mas Rian, Mas Supri, Mas Fajar, Uud, dan saya berhenti sejenak untuk sholat. Hari mulai gelap dan hujan yang turun semakin deras. Seusai melakukan sholat jama' taqdim, kami ngemil sebentar, menyiapkan peralatan, dan menunggu hujan agak reda. Perjalanan pun dilanjutkan dalam rintik hujan dan jalanan yang licin. Pelajaran pertama, terkadang kita harus menerjang bahaya dan menerima risikonya.

Di pos 1, rombongan kami tidak berhenti karena letaknya tidak terlalu jauh dari pemberhentian kami sebelumnya. Maka kami rencanakan untuk beristirahat malam di pos 2 saja. Langkah mulai berat dan ogah-ogahan. Berpakaian jadi semakin ribet apalagi penutup muka. Jika tidak dipakai, angin dingin siap menurunkan suhu di wajah, sementara jika ditutup nafas agak sulit diatur. Berhenti  di tengah perjalanan untuk istirahat juga mulai sering.

Sesampainya di pos 2, ternyata pos tersebut beralih bentuk jadi kubangan. Maka kami urungkan niat kami untuk bermalam di pos tersebut dan hanya istirahat . Pelajaran kedua,  bersabarlah!

Perjalanan menuju pos 3. Pencapaian ke tempat yang lebih tinggi. Kota-kota dan wilayah sekitar Lawu (mungkin) yang sesekali terlihat dari atas serta penerangannya yang menyerupai bintang-bintaang mewarnai perjalanan. Namun, makin sering terjadi penghentian perjalanan terutama oleh saya dan Uud (adik saya). Tak jarang saya memejamkan mata hampir tertidur saat berhenti. Pelajaran ketiga, jangan sia-siakan waktu istirahat di hari-hari reguler! Sadarilah betapa nikmatnya tidur! Sesampainya di pos 3, ternyata pos sudah dipenuhi oleh beronggok-onggok manusia yang sudah mapan di matras tidurnya. Bikin iri. Kata Mas Warno (ato mas supri saya lupa siapa yang kemarin bilang) yang sudah lebih berpengalaman, pos 3 adalah pos terakhir yang berbentuk bangunan. Pos-pos setelah itu hanya berupa lahan kosong untuk mendirikan tenda. Kami pun memutuskan untuk bermalam di dekat pos 3. Karena tidak bawa tenda, mantol yang kami bawa pun dirakit sedemikian rupa guna tempat berteduh dan berlindung dari angin yang dinginnya Naudzubillah. Memang hanya cukup untuk beberapa orang (termasuk saya -yang padahal gak bantu bikin-) tapi setidaknya ada tempat untuk bermalam. Berbaring dengan matras -yang dinginnya tak beda jauh dengan dinginnya tanah- dan sepatu basah yang masih menempel di kaki.  Pelajaran keempat,  pergunakan fasilitas yang diberikan kepadamu sebaik mungkin, tapi jangan lupakan juga orang-orang di sekitarmu. Ingat juga Pelajaran ketiga.


Tidur yang mengenaskan

Sekitar pukul 3 dini hari, bangun dari tidur yang seperti bukan tidur. Menghangatkan diri di dekat api yang semalam dipakai buat meracik wedang jahe (saya gak doyan) dan menambah satu lapis pakaian karena kalau gak salah jam segini merupakan salah satu waktu terdingin permukaan bumi. Sekitar pukul 4, perjalanan ke puncak lawu dilanjutkan. Kaki masih berat untuk digerakkan. Terbesit kembali rasa putus asa seperti sebelum-sebelumnnya: apakah bisa sampai puncak? apakah sebaiknya stop saja? yah tapi kalo stop masa' juga mau kembali turun sendirian? mau gak mau lanjut dah. Ingat Pelajaran pertama dan kedua.

Sesampainya di pos 4 (kalo tidak salah), kami sholat shubuh. Handphone nokia 5130 saya sudah kehabisan baterai. Cahaya senter juga sudah kalah dengan milik anggota lain. Pelajaran kelima, persiapkan sesuatu dengan baik dan berhematlah! Saya kebanyakan foto-foto di awal perjalanan. Padahal kan bagusan foto-foto di puncak. 

Sekitar jam setengah 5an, hari mulai terang dan penerangan senter sudah tidak lagi diperlukan. Melanjutkan perjalanan sambil menikmati kacang atom (yang terasa lebih renyah dan lezat)  sampailah di Sendang Drajad (lagi-lagi kalo tidak salah). Di sana terdapat sarana bagi pendaki yang ingin buang 'muatan'. Sebenarnya cukup menyiksa buang muatan di tempat sedingin ini, tapi apakah lebih menyiksa daripada harus menahannya lebih lama? Velum tentu juga ada tempat buang muatan yang lebih layak selain di situ.

Akhirnya setelah berjalan cukup lama (dengan semangat baru khususnya bagi amatir seperti saya), rombongan kami pun sampai di puncak. Di sana sudah banyak pendaki lain. Kami pun menjalankan ritual wajib yakni berfoto-foto. Pelajaran keenam, puncak dari kegiatan pendakian adalah narsis di depan kamera. 


Sampai di Argo dumilah dengan selamat


Di puncak lawu, kami mencari tempat untuk ngemil dan memasak mie instan yang kami bawa. Setelah menemukan tempat yang pas, berbagai kegiatan pun dimulai mulai dari menyalakan api, ngemil, masak air, dan lain-lain. karena bingung mau ngapain sehabis makan roti, saya melakukan rencana awal saya yakni nyicil tidur. Ingat Pelajaran ketiga.  Setelah mie sudah matang, saya terbangun (atau dibangunkan, saya lupa). Mie cup yang seharusnya dimasak dengan siram air panas tunggu 3 menit akhirnya dimasak dengan cara seperti masak mie instan 1500an karena terbatasnya air yang kami bawa. Panci satu lagi digunakan untuk meracik minuman berbahan kopi, gula jawa, dan juga jahe (lagi-lagi saya tidak doyan gara-gara ada jahenya).

Sejauh ini inti pelajaran yang saya dapat dari perjalanan ke puncak yakni: menuju puncak (tujuan) itu sulit dan penuh rintangan. Maka dari itu jangan terlalu meremehkan sesuatu dan teruslah berjuang!!

                            ...                                    

Menggapai puncak adalah pekerjaan yang sulit. Namun, bukan berarti setelah sampai di puncak, perjuangan sudah berakhir. Hal inilah yang sering tidak sengaja saya lupakan. Menghabiskan waktu di puncak lawu pada tanggal 6 maret 2011  untuk beristirahat, foto-foto, makan, hingga kira-kira jam 8, akhirnya kami harus melanjutkan perjalanan. Perjalanan untuk turun ke bawah. Saat berangkat, kami melalui rute cemoro sewu dan turunnya kami memilih untuk melewati cemoro kandang yang katanya jalanannya lebih nyaman meski harus berjalan lebih lama. Yap dan akhirnya perjalanan dimulai.

Diawali dengan jalur yang berbatu, kami memulai langkah turun. Sesekali saya memetik bunga edelweiss -yang sedang tidak musim mekar- dan juga bunga yang berdaun merah dan hijau (saya gak tau namanya) yang sebenarnya tidak boleh dilakukan. Berjalan cukup lama dengan diselingi berfoto2 di beberapa tempat, ternyata kami kesasar. Saat diamati, jejak yang kami ikuti justru mengarah ke puncak gunung (entah bisa disebut gunung atau tidak) yang ada towernya. Pelajaran ketujuh, jika anda seorang pemimpin, bijaksanalah dalam menentukan jalan yang dipilih. Jika anda pengikut jangan asal ngikut aja tapi juga jangan cuma diam di tempat. Entar malah ditinggal.

Karena kesasar, beberapa dari kami yang sudah cukup berpengalaman pun mau tidak mau harus bertanggung jawab memastikan rute yang akan ditempuh selanjutnya. Sementara saya  dan beberapa sisanya beristirahat. Waktu yang sepertinya cukup lama ini pun saya manfaatkan lagi-lagi untuk tidur. Optimalisasi waktu bung=D.


Kalo dah ngantuk, bobok di manapun emang nikmat


Sesudah yang memastikan rute (kalo tidak salah mas Supri dan mas Warno) selesai melaksanakan tugasnya dan kembali bersama seorang pak tua yang memikul kayu yang besarnya gak tanggung-tanggung, saya pun dibangunkan setelah enak-enak berhibernasi singkat. Dari pak tua tersebut, kami mendapat informasi bahwa rute yang kami lalui ternyata menuju ke candi cetho. Sebenarnya memungkinkan bagi kami untuk lewat sana. Tapi akan sangat merepotkan untuk mengambil motor yang dititipkan. Pak tua tersebut pun memberi tau kami jalan yang benar, membimbing jalan, masih dengan memikul kayu yang sama. Mungkin karena lelah atau agar lebih cepat beliau meletakkan dulu kayu di suatu tempat dan setelah membimbing sebagian dari kami (sebagian yang lain sebentar-sebentar berhenti termasuk saya). Setelah selesai, beliau mengambil kembali kayu tersebut dan melanjutkan perjalanannya. Salut dengan bapak ini.  Pelajaran kedelapan, usia bukan halangan untuk terus bekerja dan membantu orang lain. Sekitar pukul setengah 11, kami memulai perjalanan melalui rute yang benar.

Karena tadinya kami tersesat, maka kami harus melalui banyak jalan menanjak lagi. Padahal, jalan yang masih agak datar saja saya sudah mulai pusing. Kaki sudah melemas, punggung sudah kelelahan membawa tas yang sebenarnya tidak besar jika dibandingkan dengan barang-barang bawaan mas-mas yang lain. Hanya mengandalkan kebiasaan jalan kaki dari kost ke kampus ternyata sangat-sangat tidak cukup. Saya pun menggunakan sebuah tongkat kayu untuk sedikit membantu menopang beban tubuh saya yang sebenarnya tidak berat untuk orang seumuran saya, dan juga tas yang saya bawa dibawakan oleh mas Warno karena menyadari saya sudah sangat kelelahan. Pelajaran kesembilan,  menyadari kelemahan diri sendiri itu sangat diperlukan. Dalam permasalahan ini, saya agak lemah dalam berolahraga dan kegiatan fisik macam ini.

Dan juga Pelajaran kesepuluh,  sesama manusia hendaknya saling tolong menolong. Perjalanan dilanjutkan dan sampailah kami di pos 4,  rute cemoro kandang. Sebelumnya saya tidak begitu menyadari kalo bangunan tersebut adalah pos 4 tapi setelah melalui perjalanan yang sangat panjang dan tidak lupa pula berfoto-foto beberapa kali barulah kami sampai di pos 3. Itu pun saya nyampainya belakangan. Di sana lagi-lagi saya sempatkan untuk beristirahat. 

Setelah perjalanan menuju pos 4 dan  pos 3 yang seperti di atas awan (pada saat itu sebagian awan terlihat lebih rendah dari pijakan kami), maka awal-awal perjalanan menuju pos 2 diwarnai dengan banyaknya jalan pintas yang sebenarnya cukup berbahaya sebagaimana jalan-jalan pintas menuju pos 3. Lebih  licin dan curam dibanding jalan yang memutar dan apesnya jika salah atau tidak pandai mengambil jalan pintas, bisa-bisa malah lebih lama dari jalan memutar yang jelas-jelas lebih aman. Pelajaran kesebelas, sesuatu yang bersifat instan sering memiliki efek samping.

Setelah sebagian dari kami sempat menukar beban bawaan, perjalanan dilanjutkan. Saat menuju pos 4, rombongan kami masih sering bergerombol meskipun terkadang ada yang sudah jauh di depan. Menuju pos 3, mungkin karena banyaknya jalan pintas makin banyak yang jauh di depan. Sampai akhirnya menuju pos 2, banyak yang makin tertinggal antara lain Saya, Uud, mas Supri dan mas Fajar. Yah mungkin karena terlalu banyak berhenti untuk beristirahat. Mas Rian yang agak melambat pun membimbing kami dan menyuruh kami untuk tidak keseringan berhenti. Keburu hujan dan jalan makin licin. Lambat laun, sesampai di pos 2 tinggal saya, Uud, mas Fajar, dan mas Rian (mas Supri langsung melesat di depan setelah sedikit mengganjal perut). Lama kelamaan, mas Rian semakin melesat dan tinggallah kami bertiga (saya, Uud, mas Fajar) paling belakang. Mau tidak mau kami pun mengurangi jumlah berhenti dan terus berjalan. Parahnya, ketiga orang paling belakang ini sama-sama baru pertama kali naik ke Lawu.

Akhirnya, ketiga orang paling belakang pun sampai di pos 1. Di sana, seorang bapak2 bilang sudah tinggal sebentar lagi. Semangat sedikit tumbuh dalam diri  kami tapi nyatanya setelah lama kami berjalan masih belum sampai2 juga di titik awal pendakian. Pelajaran keduabelas,  jangan mudah percaya perkataan orang yang dikenal (yah meskipun mungkin sebenarnya niat orang tersebut agar kami tidak putus semangat). Perjalanan menuju titik awal penuh dengan 'plesetan' karena jalan yang cukup licin. Pemandangan bunga geranium (kalo tidak salah) sesekali disamping jalur perjalanan. Terkadang penglihatan tertipu oleh batang pohon yang mirip dengan manusia atau atap bangunan. Minuman sudah menipis (tinggal kopi seperlima botol) dan bekal makanan entah masih ada atau tidak. Putus asa, lelah, jengkel menumpuk. Suasana diperburuk dengan gerimis yang turun. Ingat Pelajaran kedua. Semangat baru kembali tumbuh saat terlihat jalan raya, tanda bahwa titik akhir pendakian mulai dekat. Akhirnya sekitar pukul 15.30, kami bertiga sampai di titik awal pendakian rute cemoro kandang. Kami pun menuju tempat peristirahatan untuk beristirahat. Di sana sudah ada mas Yusuf dan Mas Sunar yang katanya sampai 10 menit yang lalu. Inti pelajaran,  tidak jauh berbeda dengan  inti pelajaran saat naik. Turun dari puncak merupakan hal yang melelahkan, maka dari itu jangan putus asa dan teruslah berjuang untuk mencapai tujuan. Sedikit pelajaran ekstra, syukurilah dan hargailah berbagai nikmat dari pengalaman yang engkau dapatkan. Saat melewati masa-masa sulit, ingat perjalanan ini dan  jadikan motivasi untuk terus berjuang!!



Ditutup dengan menikmati sate kelinci

2 comments:

  1. aku ra pernah dijak munggah gunung..

    ReplyDelete
    Replies
    1. njalukmu sopo sing ngajak?
      aku munggah wae nunggu dijak wong2 omah

      Delete