Halaman Depan

Sunday, November 16, 2014

Merbabu - Gagal ke Puncak (part 1 dari 2)


Perasaan bersalah dan berdosa menaungi saat tulisan ini ditulis dan diselesaikan justru saat Tugas Akhir baru masa kritis-kritisnya. Terkadang saya memang terlalu ‘halus’ pada diri saya sendiri. Ini mungkin bukan tulisan tentang merbabu jalur wekas, tapi lebih ke pengalaman kami saat melaluinya.

Mumpung masih belum lulus kuliah, banyakin naik gunung. Hanya sekedar pemikiran subyektif sih. Habisnya setelah lulus, mungkin bakal disibukkan dengan pekerjaan dan gak sempet muncak. Sempet pun waktunya mungkin gak banyak. Dan juga dari naik gunung banyak pelajaran dan kenangan yang didapat. Seperti yang kami lakukan Syawal kemarin, ke Merbabu. Lagi.

Sebagai pendaki abal-abal, saya memang cenderung lebih suka mencapai puncak yang belum saya capai sebelumnya. Tapi berhubung temen-temen kampus nya Uud yang pengen ikut banyak minta ke Merbabu karena katanya view nya yang termasuk wah, ya udah. Gunung yang belum pernah saya coba (Sumbing, Slamet, Semeru, Rinjani, dll) juga sepertinya tidak memungkinkan karena waktu, kondisi, maupun letaknya. Boleh lah Merbabu lagi, asal lewat jalur yang belum pernah saya lewati: Wekas.

Dalam pendakian kali ini, rombongan kami lumayan banyak juga. 14 orang. Dari pihak keluarga (kami menyebutnya Badala, singkatan dari 'Bani Mahdali Adventure' yang 'dibentuk' di persiapan pendakian kali ini) ada saya, Uud, Hafid, mas Luqman, mas Yusuf, mas Fajar, dan mas Rian. Dari temen-temen SMK nya Uud, ada Yahya alias si John, Aidult, Sena, Akmal, Irfan, dan Fa'at. Dan dari temen kampus nya Uud cuma ada Diita, satu-satunya cewek dalam rombongan (Sebenernya ada 2 lagi yang pengen ikut tapi gak dapet restu orang tua nya). Dari 14 orang dalam rombongan, lagi-lagi saya yang paling pendek, bahkan dibanding dengan Hafid yang masih kelas 2 SMP sekalipun.



Kumpul di markas II 'Badala'
 

Sebelum berangkat (tunggu-tungguan) 

Sesuai rencana, tanggal 16 Agustus 2014, kami pun berangkat. Tujuan kami ke daerah Kopeng karena menurut artikel-artikel yang dibaca mas Fajar, di daerah Kopeng terdapat setidaknya 2 jalur pendakian. Wekas dan Cunthel. Permasalahan pertama yang harus kami hadapi adalah waktu nya. Momen 17 an adalah salah satu momen rame-rame nya para pecinta alam naik gunung dan saat itu dari 14 orang, belum ada 1 pun yang pernah menjajal jalur Wekas. Kami belum tahu bagaimana kondisi camping ground nya apa bakal dapat tempat dengan momen ramai seperti ini. Pokoknya kami harus segera berangkat. Sehabis ashar berangkat, karena dua tiga hal, kami baru sampai di basecamp wekas sekitar jam 8 malam. Padahal sebenarnya gak jauh-jauh amat. Biasa lah, tunggu-tungguan, nyasar, ishoma, dll. Sekitar jam setengah 9, suasana basecamp Wekas rame puol. Gak cuma oleh para pecinta alam, tapi juga acara tirakatan yang diadakan oleh warga sekitar. Langkah awal pendakian pun diiringi dengan musik-musik tirakatan. 


Persiapan berangkat di masjid dekat basecamp 

Trek awal pendakian wekas menurut saya sedikit lebih curam jika dibandingkan dengan trek awal pendakian jalur Selo. Pos nya juga lebih sedikit. Lewat Selo, pendaki umumnya ngecamp di sabana 1 (pos 4) atau di batu tulis, sementara jika lewat Wekas umumnya ngecamp di pos 2, entah apa namanya. Di sepanjang perjalanan menuju pos 2, sering terlihat pipa-pipa air. Sayangnya tidak ada dari kami yang tau letak mata air nya.

Mendaki gunung dengan rombongan sejumlah 14 orang itu ternyata lebih sulit dari yang saya duga. Ada yang agak lambat, ada yang cepet, ada juga yang kadang di depan kadang di belakang. Akibatnya, terkadang gap antara depan dan belakang jadi terlalu jauh. Jarang bisa foto bareng-bareng. Gak bisa berhenti buat ngopi kayak di sindoro dulu. Banyak waktu yang digunakan hanya untuk berhenti dan menunggu. Gak kebayang gimana pas adik saya yang mendaki bareng pondok nya dulu rombongan sampai 50 an orang.

Fast forward, akhirnya sekitar jam setengah 1 malam kami sampai di pos 2. Rame banget. Barangkali sudah ada puluhan tenda yang sudah berdiri di sana. Untung saja masih bisa dapat tempat buat mendirikan 4 tenda yang kami bawa. 1 tenda besar untuk pasukan SMK, 1 tenda kecil untuk Diita, dan 2 tenda untuk pasukan Badala (baca: panitia). Sehabis semua tenda siap dipakai, saya, mas Yusuf, mas Luluk, Hafid, dan Mas Fajar memilih langsung tidur. Sementara Uud dan mas rian ngopi-ngopi, dan lainnya malah maen kartu. Mereka gak capek ya?


Saat di Sabana 1 dulu, tempatnya terbuka hampir di seluruh bagian sehingga kami bisa menikmati berfoto dengan background sunrise dan juga Merapi. Kalo dilihat dari atas, mirip bukit-bukit di teletubies. Sementara di pos 2 ini, bagian yang terbuka menghadap ke Sumbing dan Sindoro. Sebagian besar lainnya tertutup bukit. Jangankan sunrise, sinar matahari aja cuma keliatan sedikit.
Saking malesnya keluar tenda
 
Camping ground dengan puluhan tenda
'Badala' di camping ground 
Paginya setelah sholat, ‘buang-buang’, sarapan, dan foto-foto, sekitar pukul 07.30 kami mulai berangkat naik dengan membawa 2 carrier dan 1 daypack dengan bekal yang dirasa cukup. Tidak lupa pula ‘mmt Badala’ buat diperlihatkan pas foto-foto. Akhirnya sekitar jam 9, kami sampai di pertigaan, tempat bertemunya jalur wekas dan jalur cunthel kalo gak salah. Di bawahnya ada beberapa pendaki yang mengadakan upacara, dan di sisi lain terbentang pemandangan Sumbing Sindoro dan (mungkin) Ungaran terkepung awan.




Full team naik 

View dari pertigaan 




Dari pertigaan, perjalanan dilanjutkan dengan kondisi yang lebih terik. Rombongan depan dan belakang mulai terpisah cukup jauh. Rombongan terbagi dua, depan dan belakang. Saya yang kebetulan di rombongan depan bagian belakang (tengah-tengah lah) tidak tahu bagaimana kondisi perbekalan. Sepertinya perbekalan hampir semua ada di rombongan belakang. Sementara kami yang depan dapat jatah bawa kamera. Anggap sebagai motivasi bagi rombongan belakang yang ingin foto-foto biar geraknya cepet. 

Si John dan Aidult, mereka yang daritadi di depan tampak beristirahat. Sepertinya sudah cukup lama mereka di sini. Entah apa disebutnya tempat ini, di dekat kaki puncak syarif namun masih cukup jauh dari puncak kentheng songo meskipun sebenarnya sudah terlihat. Si John, Aidult, mas Yusuf, mas Rian, mas Lukman, dan saya yang ada di rombongan depan pun memutuskan beristirahat sambil menunggu rombongan belakang. Mas Rian mengeluarkan Hidro coco nya yang mungkin bekal terakhir yang dibawa rombongan depan untuk naik. Lumayanlah, apalagi daritadi saya kebayang-bayang es degan.



Setelah dilihat di peta, padahal tinggal dikit lagi 
repot nyensornya, sekalian dipromosiin
Lumayan lah view nya meski gak dari puncak 
Gak sampai puncak, foto di sini (entah apa namanya) 
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya rombongan belakang nongol juga. Saya yang baru saja bangun tidur langsung ikut isi tenaga (ngemil-ngemil). Dengan kondisi lelah, serta sisa bekal dan waktu yang tidak banyak, kami pun sepakat untuk tidak ke puncak dan langsung kembali ke tenda. Terkadang kita harus tahu saat di mana kita harus mundur. 

2 comments: