Lanjutan dari Merbabu - Gagal ke Puncak (Part 1 dari 2)
Host dan Cameraman video: Uud
Dengan berbagai pertimbangan di antaranya: sisa bekal, sisa waktu, dan kaki yang cukup pegel, akhirnya jam 12 an rombongan memutuskan untuk langsung turun tanpa ke puncak dulu. Bahkan Hafid dan Diita yang baru pertama kali naik gunung pun lebih memilih untuk langsung balik ke tenda. Setidaknya, dengan langsung turun kami berharap dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari beberapa pertimbangan di atas. Karena bagaimanapun, tujuan naik gunung bukan lah sekedar sampai ke puncak, melainkan kembali dengan selamat.
Turun ke pos 2, kami mengambil jalur yang agak berbeda dari sebelumnya. Kurang lebih jalur ini didominasi padang ilalang pada awalnya dan sesekali nampak bebatuan yang sepertinya mengandung belerang. Sempat ketemu mata air juga, sayangnya kandungan belerangnya cukup tinggi sehingga gak jadi diambil. Turun menuju camping ground, mungkin sebagian bisa dilihat lewat video berikut:
Barangkali jika ternyata Anda melihat ada tindakan tak terpuji, berbahaya, atau semacamnya dalam video tersebut, mohon jangan ditiru.
Awalnya saya kira jalur turun yang kami ambil ini beberapa kali lebih cepat dibanding jalur naik yang kami ambil, ternyata setelah dilewati gak beda jauh juga (efek lelah mungkin). Setidaknya medan nya agak lebih enak dan jelas lebih sepi jika dibanding jalur pas naik. Kalo di peta, mungkin seperti ini:
Kurang lebih yang warna ungu, tapi gak tau juga dink. Gak sadar ada gunung kukusan
Tembusnya di tempat foto ini diambil
Mungkin di sekitar 3/4 jalur yang warna ungu di peta di atas, kami mendapati ada sumber air. Memang sih tidak seperti di Ungaran yang mengalir deras, sumber air yang kami dapati hanya berupa pipa PVC kecil yang memancarkan air seperti keran. Setelah dipastikan bersih dan tidak mengandung belerang (atau mungkin kadarnya rendah), kami pun segera mengisi ulang botol-botol air mineral yang kosong serta sedikit berbasuh untuk membersihkan dan menyegarkan diri. Barangkali jika waktu di atas kami tahu di jalur ini ada mata air, mungkin saja perjalanan akan dilanjutkan ke puncak (gak langsung turun).
Sekitar jam 2, akhirnya kami sampai di pos 2. Entah jam yang ada di foto-foto itu cocok atau nggak. Mungkin 1 jam lebih kami habiskan untuk istirahat, makan, sholat, dan beres-beres. Yang bikin jengkel, ternyata di pos 2 ada mata air yang keluar dari pipa juga. Kami baru sadar. Jika tahu lebih awal, perbekalan kami mungkin lebih mantap dan bisa sampai puncak. Andai artikel yang diberikan mas Fajar kemarin kami pelajari dengan lengkap.
Duduk/Jongkok, ki-ka: Mas Luqman, Sena, Saya, Hafid, Mas Rian
Gak banyak foto yang diambil ketika turun. Hampir gak ada malah. Yang menarik adalah ketika sampai di pos 1. Dari rombongan kami, beberapa orang masih tertinggal di belakang. Akmal, Aidult, Irfan, dan si John pun dipersilakan turun duluan karena terlalu lama nunggu. Ternyata Diita cedera. Salah satu kakinya (saya lupa kanan atau kiri) gak bisa digerakkan. Kami pun berhenti di pos 1 lebih lama sambil cari solusi untuk membawa Diita turun sampai basecamp.
Akhirnya dari sekian orang yang lewat, ada juga yang menawarkan bantuan. Sebut saja mas Arif. Dia dan teman rombongannya berinisiatif membuat tandu dengan menggunakan kayu temuan dan juga hammock yang dia bawa. Bersama-sama dengan warga wekas yang tadi mencari bantuan, mereka bergantian mengangkat tandu sampai ke basecamp. Karena sepertinya saya tidak bakal diajak gantian, saya mas Fajar, Fa'ad, dan Sena pun turun duluan. Kami harus turun secepatnya agar tidak menghalangi tandu yang akan lewat serta sudah hampir maghrib. Mulai Gelap. Sumber penerangan yang dibawa terbatas.
Sesampainya tandu di basecamp, ternyata Diita pingsan. Dia langsung dibawa ke salah satu rumah warga. Sembari beberapa dari kami membantu Diita agar cepat sadar (setidaknya ada 2 perawat betulan di sini, Mas Rian dan Mas Luqman), Mas Yusuf mencari transport untuk balik karena sepertinya kondisi Diita belum memungkinkan untuk dibonceng dengan motor. Setelah sadar, sesekali mereka, terutama Uud menggoda dan menghibur Diita agar cepat baikan. Saya? mana berani.
Mas Arif dkk yang daritadi ngobrol dengan pemilik rumah saat kami sedang mengurus Diita akhirnya izin pamit pulang. Padahal dia bahkan baru sampai di pos 1, gak lanjut. Sungguh pengorbanan yang hebat. Sena dan Fa'ad juga pamit karena besoknya bakalan masuk kerja. Sementara kami, masih bingung bagaimana membawa Diita ke solo dengan kondisi yang belum fit sepenuhnya.
Usaha Mas Yusuf belum membuahkan hasil. Ide-ide aneh pun muncul, mulai dari motoran bertiga ala cabe-cabean maupun mengikat Diita dengan pengendara depan (mas Rian). Tentu saja tidak disetujui. Akhirnya Diita nekat dibonceng dengan normal, yah walaupun di perjalanan dia (tampaknya) sempat tertidur dan hampir jatuh. Tapi Alhamdulillah kami bisa pulang ke rumah masing-masing dengan selamat.
Salah satu pengalaman naik gunung yang cukup kompleks yang pernah saya alami. Memang sih agak kecewa juga gak sampai ke puncak. Terlebih setelah membaca sekilas artikel-artikel pendakian Merbabu, ada beberapa bagian 'asik' yang belum kami lewati. Mungkin lain kali dapat kesempatan ke puncak kenteng songo lewat jalur yang agak beda. Cunthel atau mungkin Thekelan. Barangkali juga terdapat hikmah kami tidak sampai puncak, terhindar dari hal yang lebih parah, mungkin.
Ditutup dengan makan soto, ini tahunya
Host dan Cameraman video: Uud
kayaknya kmaren judulnya roti bakar dingin yak hihihi, biar bikin penasaran ya klo judulnya menarik kayak gini
ReplyDeletekayaknya kmaren judulnya roti bakar dingin yak hihihi, biar bikin penasaran ya klo judulnya menarik kayak gini
ReplyDelete