Halaman Depan

Wednesday, February 19, 2014

Perjalanan Naik Ketiga (Sindoro Part 1)


Jiwa muda merupakan jiwa yang cenderung mencari petualangan. Suka mblayang dan dolan kemana-mana. Entah kenapa liburan semester ganjil kali ini saya malas banget maen-maen ato pergi-pergi. Padahal pas pekan-pekan ujian dah banyak wacana dan rencana mau ngapain aja pas liburan. Mungkin karena dah gak muda lagi. Skip aja bagian ini, langsung cerita tentang sedikit maen-maen yang pernah saya alami.

Kurang tau sejak kapan, tapi belakangan tren petualangan dan maen-maennya anak muda itu naik gunung. Euforia naik gunung ini tentu juga menular ke saya yang masih agak labil. Jadilah 23 November 2013, direncanakan untuk naik ke Gunung Merapi. Naiknya dah direncanakan kira-kira 2 pekan sebelumnya. Malah mungkin lebih. Memang sudah lama saya ingin naik ke Merapi. Sejak adik dan temen sudah ke sana duluan, saya jadi merasa terpanggil. Sayang sekali beberapa hari sebelum hari keberangkatan, merapi beraktivitas.

Dengan adanya aktivitas Merapi, izin untuk naik ke sana pun hilang baik dari pihak keluarga maupun dari 'tim Merapi' (bingung nyebutnya). Terpaksa tujuan dialihkan. Temen-temen di Jogja sempat nawari naik ke Sumbing. Gunung tertinggi no 2 se  Jateng. Namun, karena dah terlanjur rencana naik bareng rombongan keluarga ya gak ikut naik Sumbing.

Semakin dekat dengan hari H, ada usul dari rombongan naik ke Lawu aja. Tapi insting saya sebagai pendaki pemula membuat saya cenderung untuk memilih pendakian di tempat baru. Tempat yang belum pernah saya tapaki. Menuju puncak Argo Dumilah Lawu merupakan perjalanan naik pertama saya (baca). Sedangkan Ke puncak Trianggulasi Merbabu menjadi perjalanan naik kedua. Entah Gunung Api Purba Nglanggeran bisa dihitung sebagai perjalanan naik juga atau tidak, tapi kayaknya gak usah karena ‘atmosfer’ nya yang berbeda. Maka dengan sedikit pertimbangan dan sedikit ngasal, pilihan jatuh ke gunung Sindoro. Kebetulan 2 orang dari rombongan kami pernah naik ke sana. Permasalahan baru muncul: meskipun sudah ada yang pernah ke sana, tidak ada dari kami yang tau jalan menuju Sindoro.

Rombongan sudah sepakat naik ke Sindoro. Yang dibutuhkan sudah dipersiapkan, mulai dari rute perjalanan hingga peralatan-peralatan yang dibawa. Sesuai rencana, Sabtu 23 November sekitar jam 2 siang kami berangkat.


Persiapan Perjalanan


Perjalanan menuju Sindoro merupakan sebuah perjuangan tersendiri. Rute yang sudah diperkirakan jadi buram di realitanya. Bayangan saya, pokoknya harus nemu jalan Magelang-Semarang. Entar nyari jalan menuju Temanggung. Kalo dari utara belok kanan, dari selatan belok kiri. Jalur utara berarti lewat Ambarawa, jalur selatan berarti lewat jalur antara Merapi Merbabu. Gak tau sih ada rute yang lebih dekat atau tidak. Dan ternyata rute nya gak segampang yang terlihat di google maps. 

Ini nih rute iseng yang saya cari di google maps:

http://goo.gl/maps/UeIKu

http://goo.gl/maps/UVXlh

(edit: oops link nya sudah gak bias dibuka ternyata ..  ha ha ha)


Akhirnya saya yang tak paham apa-apa cuma ngikut-ngikut aja daripada entar malah bikin rombongan nyasar. Kalau tidak salah ingat, kami lewat Kopeng, ke Magelang, ke Temanggung dan sedikit kebablasan sampe Wonosobo. Perkiraan jam 5 sore dah bisa sampe Sindoro, eh ternyata baru sampai basecamp jam 7 malem. Entah kalo di google maps pake hitungan dengan kecepatan berapa kok bisa sampai dengan waktu segitu. Dan apesnya lauk yang dibawa buat makan sebelum naik, jatuh dari motor pas perjalanan. 




Perjalanan, di atas motor mungkin ada 4 jam lebih



Motor juga perlu dikasih minum



Uud, Minta difoto sembari yang lain sibuk mikirin jalur


Satu-satunya basecamp Sindoro saat itu ada dekat dengan pinggir jalan menuju Wonosobo. Jauh dari pos 1? Jelas. Bahkan hal tersebut dimanfaatkan penduduk sekitar untuk memutar roda perekonomian. Disediakan ojek dari basecamp menuju ke pos pertama ato bahkan lebih. Sebenarnya ke pos pertama dengan ojek lumayan menyingkat waktu dan menghemat tenaga tapi karena rombongan kami ada 5 orang, tekor juga kalo harus bayar 5 ojek dengan tarif masing-masing 15ribu kalo gak salah. Lagipula kalo jalannya dari basecamp kesan naik gunungnya bakal lebih terasa kan? Akhirnya setelah menyelesaikan makan, registrasi, berdo’a dan lain-lain, pukul 20.30 an mungkin, kami pun memulai langkah pertama menuju puncak. 


Saya (jaket hitam) naik dengan tas yang biasa dipakai kuliah, jaket angkatan, dan sandal pinjaman


Lanjut ke part 2 (baca)

No comments:

Post a Comment